Simple but Special


Selang beberapa menit setelah obrolannya dengan Jeya di pesan singkat usai, terdengar suara bel berbunyi dari pintu apartemen membuat badan Wendy membeku seketika.

Perempuan itu terdiam sejenak dan berpikir, secepat itu kah Jeya datang menjemputnya?

Wendy pun segera bangkit dari tempat tidurnya. Dengan membawa serta seluruh rasa penasarannya ia berjalan, bergegas membukakan pintu untuk seseorang yang tiba.

“Selamat ulang tahun, Kak Wendy!” seru seseorang dari balik pintu.

Baru saja Wendy membuka pintu apartemennya, ia telah dikejutkan dengan daksa siapa yang kini berada di hadapannya. Jupiter dengan membawa kue dan lilin yang menyala tengah berdiri di sana.

Wendy terdiam kembali dengan melipat bibirnya, menahan senyum karena malu. Netranya terus menatap lekat Jupiter dengan tidak percaya. Padahal tadi ia sempat mengira Jupiter tidak jadi datang ke apartemennya hari ini.

“Kak?” Jupiter melambai-lambaikan tangannya di depan muka Wendy. “Kok malah diem sih? Cepetan tiup lilinnya dong.”

Bola mata Wendy bergulir turun, beralih memperhatikan barisan lilin warna-warni yang sudah hampir meleleh itu. Ia pun segera bersiap untuk meniupnya.

“Heh! Jangan langsung ditiup dong, bikin permohonan dulu,” gerutu Jupiter menghentikan Wendy.

“Gue gak percaya sama yang kayak gitu.”

“Tetep aja, lo harus bikin permohonan!”

Melihat mata Jupiter yang begitu antusias membuat Wendy tidak bisa menolaknya. “Yaudah deh gue bakal minta satu.”

Perempuan itu memejamkan kedua matanya, merekatkan kedua telapak tangannya, lalu membuat permohonan secara rahasia di dalam hatinya. Kemudian perlahan matanya membuka, memandang Jupiter yang masih tampak antusias menunggunya. Dan Wendy pun meniup dua lilin itu sekaligus.

Sebenarnya, sudah begitu lama Wendy tidak merayakan ulang tahunnya bersama orang lain seperti sekarang ini. Biasanya ia hanya membeli kue dan meniup lilin sendiri di hadapan pigura foto kakak laki-lakinya. Tapi hari ini berbeda, ia merayakan ulang tahunnya bersama seseorang yang belum lama ini dikenalnya, Jupiter.

Walaupun ini memang merupakan perayaan ulang tahun yang sangat sederhana dan sepi. Tapi tetap terasa istimewa karena hadirnya laki-laki itu.

Tangan Wendy bergerak melingkari pinggang Jupiter dan memeluknya. Dan perempuan itu menenggelamkan badannya di sana, untuk mengungkapkan rasa terimakasihnya.

“Makasih ya, Jup.”

“Buat apa? Gue cuma kasih kue doang loh, Kak?”

“Enggak, ini lebih dari sekedar cuma,” Wendy menggeleng di dalam pelukannya. “Ini emang sederhana banget, tapi udah bisa bikin gue ngerasa seneng kok.”

“Dan yang paling penting, gue bersyukur bisa kenal sama lo, Jup. Gue jadi merasa ga sendirian lagi dan merasa aman karena ada yang jagain. Padahal awalnya gue lihat lo kayak anak kecil yang pengen gue jagain, malah jadinya lo yang jagain gue terus gini,” lanjutnya.

Jupiter malah tertawa mendengarnya. “Hahaha, kenapa tiba-tiba ngomongnya jadi serius kayak gini deh?”

Pertanyaan Jupiter ini membuat Wendy terdiam. Dirinya juga tidak mengerti dengan perilakunya sendiri sekarang. Mungkin kah rasa nyaman mulai tumbuh di dalam dirinya.

“Hmm... Ga tau,” ucap Wendy yang masih enggan melepas pelukannya. “Mungkin gue udah mulai nyaman sama kehadiran lo.”

Benar, Wendy juga menyadari dirinya tidak memiliki alasan untuk tidak merasa nyaman dengan laki-laki yang rela minum susu kotak padahal tidak suka demi mengikutinya, mencarinya saat mobilnya mogok di malam hari juga, bahkan selalu setia mendengarkan tiap cerita tentang hidupnya.

Jadi jangan terlalu lama mengulur waktu ya, Jupiter.