Plester Luka Dinosaurus


Langit membiru cerah membentang luas ditemani matahari yang sinarnya belum terasa panas. Semburat jingganya menyinari wajah dua insan semesta yang tengah duduk berhadapan di sebuah meja kedai kecil di pinggir kota.

Tidak banyak yang dilakukan Asha dan Zoey ketika telah menemukan apa yang mereka cari, hanya menghabiskan satu mangkuk penuh bubur ayam di hadapan masing-masing.

Zoey melirik Asha yang makan dengan begitu lahap di hadapan nya, “Enak banget ya? Sampe lahap banget gitu makany—”

“Ada bubur yang nempel di pipi tuh,” potong Asha seketika memajukan tanganya kanannya, mengambil buliran bubur yang menempel di pipi Zoey.

“Bilang dong, udah kayak anak kecil aja gue dilapin segala.”

“Kan emang lo anak kecil—”

“Gausah mulai,” sambar Zoey yang langsung memotong kalimat Asha.

Asha tertawa pelan memperlihatkan lesung di kanan dan kiri pipinya, tapi Zoey yang ditertawai hanya memilih diam, melanjutkan makannya dengan perlahan, dan sesekali memperhatikan Asha yang telah selesai makan. Tatapan matanya tidak bisa beralih dari plester luka lusuh di punggung tangan Asha.

“Gue bayar dulu, lo lanjut makan aja.”

Asha beranjak dari duduknya dan pergi ke kasir membayar pesanan mereka, tak lama kemudian ia kembali menghampiri Zoey yang masih belum beranjak.

“Gua keluar bentar ya,” bisik Asha tepat di telinga Zoey.

“Mau kemana, Sha?”

“Cari bintang.”

Dengan segera Zoey meraih pergelangan tangan Asha sebelum laki-laki itu benar-benar pergi, hal itu sukses membuat Asha menoleh cepat ke arahnya.

“Kenapa?”

“Ga ada lagi bintang-bintangan, sini duduk,” pinta Zoey dengan dingin dan tegas.

Perintah Zoey bagaikan sihir, Asha tanpa ragu langsung menurutinya. Ia urung pergi dan memilih duduk di hadapan Zoey yang sedang mencari sesuatu di dalam sling bag nya.

“Udah, mau sampai kapan tangan gue lo pegangin?”

“Bentar.”

“Kalo mau gue gandeng bilang aja kali.” Asha perlahan melepaskan genggaman tangan Zoey, menggantinya dengan ia yang menggenggam tangan Zoey.

Setelah selesai berkutat dengan benda-benda di dalam sling bag nya, tanpa kata Zoey langsung melepas genggaman Asha, membuat laki-laki itu kebingungan.

Tangan Zoey juga beralih meraih pelan tangan kiri Asha, membuat dirinya semakin bingung bukan main.

“Gue ga mau digandeng sama tangan yang plester lukanya kotor,” kata Zoey.

Asha memang tidak mengganti plester lukanya sejak pulang dari Rumah Sakit dua hari yang lalu, membiarkannya tetap menempel walau sudah begitu lusuh. Dan kini akhirnya Zoey membuka plester luka itu, menampakkan luka yang masih memerah bekas infus.

“Plester luka tu harusnya diganti tiap hari biar ga infeksi,” ucap Zoey yang masih sibuk dengan plester luka di punggung tangan Asha.

“Biar bisa gandeng tangan lo juga kan?”

Zoey memang tidak seperti perempuan lainnya yang akan langsung merona pipinya saat dilontari pertanyaan tengil Asha. Dirinya malah menekan luka itu pelan membuat laki-laki dihadapannya meringis kesakitan.

“A-aduh, sakit tau Zoey.”

Setelah selesai mengganti plester luka Asha dengan yang baru bermotif dinosaurus. “Kenapa sih lo ga ganti plesternya sampe buluk gitu? ga takut infeksi apa?”

“Lo juga kenapa perhatian banget sama gue? Katanya gue ga boleh nyaman sama lo?”

”...”

Pertanyaan Asha kali ini membuat Zoey terdiam. Belakangan ini Zoey juga tidak mengerti dengan perilakunya sendiri pada Asha. Mungkin kah rasa nyaman mulai tumbuh di dalam dirinya.

Sejujurnya Zoey juga tidak menemukan alasan untuk tidak merasa nyaman dengan laki-laki yang rela mengantri satu jam untuk membelikannya sarapan, mempedulikan isi kulkasnya yang kosong, dan mencarinya saat mobilnya mogok di malam hari.

“Udah gausah dipikirin, gue cuma bercanda.” Asha memperhatikan plester luka yang kini telah menempel di punggung tangannya.

“Gue ga punya plester luka di rumah, jadinya ga gue ganti deh,” lanjutnya.

“Yaudah nanti gue beliin.”

“Yang motifnya dinosaurus kayak gini ya.”

“Iyaa.”

Sudut bibir Zoey terangkat melihat kelakuan laki-laki di depannya. Selain aneh orang ini juga kekanakan, pikirnya.

Memang dunia selalu punya caranya sendiri untuk membuat manusianya menyerah pada rasa.

Berhentilah keras kepala dengan menahannya, Zoey.