Menyoal Rasa


Dengan langkah gontai dan sedikit diseret Wendy menuju lantai apartemen tempatnya tinggal. Kekecewaan tergambar jelas di raut wajahnya, ia telah menanti berjam-jam di depan rumah Jupiter tapi hasilnya nihil. Ia pulang tanpa sedikit pun penyelesaian masalah.

Namun, Wendy membeku tepat setelah pintu lift yang membawanya tiba di lantai empat terbuka. Matanya membulat seketika saat melihat laki-laki yang dua minggu ini mendiamkannya kini muncul di hadapannya.

Perlahan rasa kecewa yang semula hadir menghilang, seperti kabur diterpa angin. Ia merasa kepulangannya membawa hasil.

“Jupiter?” seru Wendy dengan perlahan berjalan menghampiri laki-laki yang terduduk lesu di depan unit apartemennya.

Sedangkan yang di panggil langsung menoleh ke arah sumber suara dan segera bangkit dari duduknya untuk menyambut kedatangan Wendy.

“Heh bayik! Lo kemana aja sih? Gue dari siang udah nungguin lo di depan rumah—Enggak bentar, lo ngapain di sini?”

Tapi semua pertanyaan Wendy itu dihiraukan begitu saja oleh Jupiter. Ia malah menarik badan kecil perempuan itu dan menenggelamkannya di dalam pelukannya.

Wendy membuang nafasnya berat, ia merasa sedikit lega tetapi juga kesal. Perlahan tangannya mulai bergerak memukul-mukul dada bidang Jupiter.

“Dasar bayik! Lo sebenernya kenapa sih? Gak jelas banget tiba-tiba ngilang, tiba-tiba diemin gue, tiba-tiba muncul lagi.”

“Sorry... gue udah kekanakan banget, Kak.”

Jupiter menggenggam tangan Wendy. Bukannya merintih kesakitan, ia malah tersenyum lebar.

&“Lo kenapa marah? Gara-gara Jeya confess ke gue? Padahal kan dia yang suka gue bukan gue yang suka dia,”* gerutu Wendy kesal. “Padahal gue sukanya lo, Jup...”

Senyuman Jupiter malah semakin lebar mendengarnya. Ia juga membawa tangannya ke puncak kepala Wendy dan mengacaknya pelan. “Lo kalo ngomel gini malah makin genesin deh, Kak.”

“Diem lo.”

Ya, candaan sedehana Jupiter tadi mampu memecah suasana yang sempat dingin di antara keduanya.

“Lo sebenernya ngapain ke sini?” tanya Wendy lagi.

“Cuma mau minta maaf.”

“Minta maaf doang?”

“Berharap apa lo sama jawaban gue, Kak?”

“Males ah, lo nyebelin.”

Wendy memegang handel pintu apartemennya, berniat pergi dari hadapan Jupiter yang sedari tadi terus-menerus menggodanya sampai membuat mukanya merona. Tapi, geraknya terhenti saat tangannya di tahan oleh laki-laki itu.

“Selain mau minta maaf, gue ke sini juga mau ngajak lo pacaran, tapi emang lo mau?”

“Mau lah.”

“Mau apa?”

“Mau jadi pacar lo lah.”

“Beneran?”

“Menurut lo?”

Jupiter dibuat terkekeh sendiri mendengar jawaban perempuan itu. Baginya itu terdengar begitu lucu di telinganya.

“Tapi... ntar dulu, nunggu lo lulus SMA dulu. Gue ga mau pacaran sama anak SMA,” tukas Wendy.

Katanya Peter Pan dan Wendy hanya dipertemukan tapi tidak untuk bersama. Namun, kali ini Semesta mempertemukan Wendy dengan Jupiter bukan dengan Peter Pan.