Komidi Putar yang Tidak Berputar


Dengan membawa kantung belanjaan di tangan kanannya, Wendy kini berjalan kembali ke mobilnya. Kap mobil putih tersebut sudah tertutup rapat, terlihat juga Jupiter sedang merapikan perkakas bawaannya.

“Udah selesai?”

“Iya, tadi gue coba udah bisa nyala,” jawab Jupiter yang menoleh singkat. “Tapi besok tetep harus lo bawa ke bengkel.”

Wendy mengangguk, lalu mendudukkan dirinya di atas trotoar untuk menunggu Jupiter selesai. Ia pun juga mulai meminum susu kalengan yang dibelinya.

“Lo kok bisa tau mobil gue mogok di sekitar sini?”

“Keren kan? Gue punya indra ke-enam.” Jawab Jupiter tanpa melihat Wendy.

“Beneran?”

“Engga lah, bohongan,” tawa pelan Jupiter keluar begitu saja melihat Wendy kesal.

“Nyebelin banget sih lo.”

Setelah selesai berurusan dengan perkakasnya kini Jupiter mulai mengikuti Wendy duduk di tepian trotoar. Dan perempuan itu pun menyerahkan sebuah minuman yang dijanjikan tadi.

“Kenapa susu lagi sih?” Protes Jupiter melihat susu kotak yang diberikan kepadanya.

“Beda, kemarin vanila ini stroberi.”

“Tapi kan ini sama-sama susu, Kak.”

“Ga usah banyak protes,” Wendy mengacak rambut laki-laki itu. “Lagian bayi kan minumnya susu.”

“Gue bukan bayi,” jawab singkat Jupiter dengan menurunkan tangan Wendy dari kepalanya.

“Hahahaha, iya iya yang udah gede.” Kini giliran tawa Wendy yang perlahan keluar.

Kemudian ada sunyi sejenak di sana, Jupiter yang masih merasa sedikit kesal hanya diam dengan terus memperhatikan sosok Wendy dari samping, ia juga memperhatikan bagaimana Wendy meneguk minumannya.

“Gue lihat-lihat lo sering minum susu, biar tinggi ya?” Tanya Jupiter tiba-tiba.

Spontan Wendy meninju lengan Jupiter, “Ga usah bawa-bawa tinggi badan ya anjir.”

“Emangnya susu enak, Kak?”

“Enggak,” Wendy menggeleng. “Ga enak, hambar, tapi katanya susu bisa netralin racun jadi gue harap racun-racun yang bikin masalah di hidup gue juga bisa ikutan ilang.”

Sejujurnya Wendy tidak pernah mengatakan alasannya ini pada orang lain seperti sekarang ini. Biasanya ia selalu menjawab enak tiap kali ditanya hal serupa. Tapi malam ini berbeda, ia mengatakannya begitu saja dengan santai pada orang yang belum lama ini dikenalnya, Jupiter.

“Udah mau jam dua belas.” Jupiter melirik arloji yang melingkar ditangannya. “Pulang malem gini lo ga dimarahin, Kak?”

“Enggak,” Kali ini Wendy tersenyum kecut. “Siapa juga yang bakal marahin gue?”

“Papah mamah lo?”

“Udah bahagia sama keluarga barunya masing-masing.”

“Abang lo?”

Wendy tak langsung menjawab, ia tertegun sejenak. Senyumnya yang kecut tadi berubah menjadi senyuman yang sulit Jupiter artikan.

“Lo tinggal sama abang lo kan? Masa dia ga nyariin lo?” Jupiter mengulangi pertanyaannya.

“Enggak juga, kita tinggal sendiri-sendiri kok, gue di bumi dia di surga.”

Jupiter tersadar akan kalimat Wendy barusan langsung terlihat cukup kaget, lagi-lagi perempuan yang bersamanya ini mengejutkan dirinya.

“Maaf, Kak.”

“Santai aja kali,” Wendy terkekeh pelan. “Emang ga ada yang peduli sama hidup gue kok.”

“Jangankan gue pulang malem, gue ga pulang, gue ga makan, tidur gue ga nyenyak, bahkan gue sakit aja ga ada yang peduli.” Lanjutnya dengan terkesan sedang menertawai diri.

“Gue peduli sama lo kok, Kak,” ucap Jupiter setelah ada hening di sepersekian detik.

“Siapa? Lo? Anak SMA yang belum lama ini gue kenal?”

Wendy menatap lurus mata Jupiter di depannya, perlahan tawanya keluar kembali, bahkan ia sampai menitikan air mata disudut-sudut matanya. Sedangkan yang di tertawai hanya diam dan menggaruk tengkuknya.

“Lo ga percaya sama gue?”

“Papah gue yang udah gue kenal dari lahir aja gue ga percaya, apa lagi sama orang baru,” jawab wendy di sela tawanya.

Jupiter mengerutkan dahinya heran, perempuan di sampingnya ini memang mudah tertawa dengan hal sederhana, tapi entah mengapa kali ini rasanya berbeda.

“Persetan orang bilang ayah itu pahlawan putrinya, nyatanya papah gue yang udah bikin luka paling dalam di hati anaknya.” Wendy terseyum miring.

“Ibaratnya tuh ya hidup itu kayak komidi putar, kadang di atas kadang di bawah, tapi kayaknya komidi putar gue ga berputar deh.”

Sempat ada hening kembali di antara keduanya. Sejujurnya Jupiter bingung harus menanggapi seperti apa.

“Eh.. sorry-sorry, gue malah jadi oversharing gini.”

“Kak?”

“Hm?”

Jupiter menolehkan kepalanya perlahan, berusaha mendapati tatapan perempuan yang saat ini duduk di sebelahnya.

“Cari kebahagiaan bareng gue mau?”

“Hah?”

“Coba percaya sama gue aja dulu, soal bahagia ayo cari bareng-bareng.”

Wendy membalas menatap lurus mata laki-laki di sampingnya, tanpa diduga malah perlahan tawanya keluar kembali.

“Bahkan tu ya kalo emang bener komidi putar lo ga berputar, gue rela kok jadi teknisinya.” Jupiter mencoba meyakinkan Wendy.

“Ah masa?”

“Serius.”

“Yang bener?”

“Kalo lo ga percaya, lo bisa kok pegang janji gue.” Jupiter mengacungkan jari kelingkingnya di hadapan Wendy.

Masih dengan tertawa Wendy pun mengaitkan kelingkingnya di sana.

Mungkin memang Jupiter dihadirkan untuk membawa kembali tawa yang telah lama hilang dari dunia Wendy melalui satu dua kejadian yang mempertemukan keduanya.